Sunday, December 24, 2006

Blogku, Ini Tentang Kita

Aku bertemu dengan blog di sudut warnet, 
lalu aku bercinta dengan blog seminggu sekali.
Blog tidak pernah mengatakan rindu,
tapi blog selalu menunggu.

Suatu kali aku melupakan blog, sebulan penuh.
Blog masih menungguku dengan sejumlah cerita,
cerita yang tak pernah terucapkannya.

Bosan menunggu, blog pergi ke pantai,
menikmati kesendirian, melihat laut biru yang luas.
Blog ketagihan di pantai, berhari-hari blog cuma berdiri di sana.
Hingga suatu hari ada seseorang yang mengajaknya berlayar ke laut.
Blog senang sekali mengarungi lautan,
sampai-sampai ia lupa daratan:
blog bercinta dengan orang asing itu.

Beberapa hari blog termangu di pantai,
bersembunyi dari rasa bersalahnya padaku.
Tapi entah kenapa blog kemudian jadi berani sekali,
dia bercinta lagi dengan orang asing yang ditemuinya di pantai.
Blog ketagihan hubungan bebas, ia bisa jadi milik siapa saja.
Dari petualangannya, blog bertemu sesama blog berpaham sama.
Blog bergaul dengan teman-teman blognya,
bercinta dengan siapa saja, berpesta, clubbing di mana-mana.

Blog yang kelelahan bertemu aku yang sejenak mengingatnya.
Setelah perdebatan panjang, aku dan blog memutuskan
untuk berpisah, alasannya kami sudah tidak cocok,
dunia kami sudah terlampau berbeda.
Aku sudah terlalu lama tak menjelajah dunia maya,
bertapa di desa, menghirup udara gunung,
hanya bertemu makhluk-makhluk nyata.
Blog menemukan dunianya sendiri,
beredar dari satu pesta ke pesta lain.

Aku tak pernah mempersoalkan
blog bercinta dengan orang lain siapa saja.
Seperti juga blog yang tidak pernah mempersoalkan
aku yang telah selingkuh dengan buku harian.

Friday, November 10, 2006

THE PRAYER



God, I feel so old
to count and confess all my sins.
When I remember You, I feel so cold,
shiver, tremble, but why I can't cry?
Everynight I hope Your Love will rinse
and Your Light will lead me into Your way.

God, I feel so dirty.
The worldly things I take make me more thirsty.
Every mistake I did, drowned me into the dark sea.
Then I tried to find Your Light that I couldn't see.
Finally I found the Light in the deep of my heart,
covered by sins and vices that I've got.

God, please forgive me,
for my wickedness, selfishness, and foolness,
that blind me from Your Grace and Mercy.
I hunger to born anew in purity and holiness.
God, give me strength to pass the hard times.
So I can walk to reach You in my prime.

Monday, September 11, 2006

Unfinished Line of Love

Love is the biggest inspiration.
These poems are dedicated for her, inspired by her,
for my untouchable angel : L..... ... ........


Unfinished Line 1

Pagi ini kau terdiam, tersenyum,
melangkah (atau melayang?) anggun,
seperti malaikat pagi yang menabur damai di bumi.

Perjumpaan denganmu adalah sunyi yang hangat.
Perjumpaan denganmu adalah tatapan lembut matamu.
Perjumpaan denganmu adalah gelisah pilu.



Unfinished Line 2

Siang itu kau tersipu termangu.
Gurat sendu di sudut wajahmu,
kau bagai malaikat tersesat di belantara manusia,
terjatuh jauh dari surga.

Penantian adalah waktu yang terbuang percuma.
Penantian adalah mimpi yang tercabik terluka.
Penantian adalah jejak langkah yang tertunda.


Unfinished Line 3

Suatu pagi aku jatuh cinta
pada butir-butir hujan yang tersisa di helai-helai daun,
basah seperti bibir merahmu
yang membekas pada sebuah mimpi indah.

Suatu pagi aku jatuh cinta
pada mentari yang berlabuh di cakrawala matamu
memancarkan keindahan,
menawarkan kelembutan hati.

Suatu pagi aku jatuh cinta
pada bunga yang tersenyum ramah pada bumi,
menanti sentuhan hangat mentari.

Suatu pagi aku jatuh cinta
pada angin yang menerbangkan
sayap-sayap malaikat dalam jiwamu
yang menebar damai.

Seperti rasa yang tak dimengerti.
Seperti kata yang tak terucapkan.
Seperti takdir yang tak terelakkan.
Suatu pagi aku jatuh cinta pada dunia
yang mengisi hatiku dengan hadirmu.



Unfinished Line 4

Ku tak sanggup rasakan resah ini,
lalui malam sepi sendiri,
menatap kosong langit menanti....

Mata ini terus terjaga
mencari tempat membagi hati.
kubersandar pada harapan
tapi kaki ini berat melangkah.

Kuingin kau mengerti,
ada saat resah ini mesti terbagi,
saat sebelah hatimu, jadi satu
dengan kosongnya jiwaku.


Unfinished Line 5

Sinar matahari membangunkanku,
tak ada mimpi indah bersamamu.
Tak ada inspirasi pagi.
Terlalu banyak kata-kata puitis
untuk ungkapkan semua tentang dirimu,
diriku, dan dunia ini.


Unfinished Line 6

Hidup ini adalah penantian.
Menunggu jatuh cinta,
menunggu inspirasi datang,
menunggu angan lepas menjadi sajak.

Hidup tidak mengenal cinta.
Karena cinta hanya bermakna
dalam syair dan lagu.

Hidupku adalah jatuh cinta padamu,
terinspirasi, dan menulis
sajak cinta tentangmu.


Unfinished Line 7

Harapan menjulang, ragu menjelang.
Kegilaan ini terus meradang,
tak terhentikan.
Aku terus melaju, dan
kaki sudah terlanjur melangkah.
Meski laku ini salah,
tak ada yang bisa merubah.
yang ada hanya musnah.


Unfinished Line 8
You're the sun
melting down my frozen heart
with your warm smile.
You're the one
keeping my world never be apart,
even when you leaving me for a while.
Summer August 2006,
when I drowned in LOVE

Wednesday, July 12, 2006

Bali Coast Apocalypse 2005


Tarian Api

Mendung mengendap di kakilangit
Mentari pagi enggan menyapa
Juga laut yang tak lagi ramah

Tanah berpasir ini serupa sampah
Berbuih-buih. Seperti juga api
yang membakar batu-batu

Membakar darahmu
membakar darahku
membakar darah kita

Menjelma sebuah tarian dalam jiwa

Menari bersama laut
menari bersama batu

Hingga sang bulan memanggil anjing-anjing malam
yang menjaga desah napas kita

Masih juga kita berlari
lalu menari lagi sebagai api
bersama laut dan batu

Saat kayu jadi abu
dan sampah jadi laut
kudengar tawamu diantara derai-derai tangis

Malam kian menipis



Suatu Sore di Dekat Pelabuhan

Apakah awan ini yang menipu langit dan matahari
agar bisa berdansa bersama pelangi?
Siapa pula itu panggil gerimis
yang bikin kabut jadi tipis?

Ada anak kecil berkejaran dengan ikan
Tak perduli semua orang matanya dingin.
Waktu juga sudah menipu kami, mungkin.
Karena matahari berenang bersama lampu di pelabuhan.



Aku, Waktu, dan Laut

Pantai ini adalah puisi tentang waktu
yang langit dan bumi tak juga pernah mengerti.
Masih juga kupahat wajah waktu di pasir dan dinding batu
Walau terus tersapu angin dan ombak yang datang dan pergi.

The 2003-2004 Journey


Sajak Waktu

Waktu adalah mimpi
yang mengendap terkubur
dalam memori yang sesak.

Waktu telah mengubur kehidupan
dalam dasar yang kelam
menjadi suatu ketiadaan.

Waktu adalah nafsu
untuk mengejar sesuatu
dalam kesadaran palsu.

Waktu telah membuat pikun
kemarin adalah hari esok
dan hari esok, entah kapan.

Waktu telah berhenti
pada halte-halte kesibukan
dalam jiwa-jiwa yang terus bergerak.

Waktu itu relatif
dalam kedinamisan
dan ritme kehidupan.

Waktu telah mengubur waktu
keberadaan itu semu dan rancu
dalam ketiadaan.

Hitam Putih

Layar biru telah tergelar pada lingkar cakrawala.
Di atasnya episode kehidupan akan berjalan,
terbias dari putihnya mentari,
dari bayang-bayang hari yang kian memendek.
Kaki ini akan terus menari
pada garis hitam putih yang terus menyala.

Waktu semakin angkuh dengan detaknya.
Jiwa akan makin rapuh
dalam tatap sinis dunia.
Hidup terus merangkak
dan surga perlahan terbakar.

Adakah harapan pada hari yang melingsir,
dari sinar lembut sang bulan yang nyanyikan
lagu damai di malam yang sunyi?
Jiwa yang berontak melayang
menanti layar biru terkembang
dan cakrawala memulai episode kehidupan.

Dari Jendela

Malaikat yang terbang rendah di jendela
telah membawakanku sebungkus takdir
berisi segumpal nasib dan sepotong mimpi
yang membuncah, mencercah, menjadi
cahaya kemilau bernama kenyataan.

Aku tak pernah tahu mengapa
hatiku berdoa dan ragaku berjalan
meniti jembatan kehidupan
di atas jurang kematian.
Dan mengapa tanganku terus saja
merangkai patung mimpi
di atas pasir putih.

Malaikat yang terbang rendah di jendela
berbicara tentang surga
yang telah kubeli dari Tuhan
dengan berlembar-lembar dzikir dan doa.
Semesta telah menghitung hidupku
dan memberiku sepasang sayap.
Sayap yang mengepak-ngepak
menerbangkanku menggapai mimpi
yang bersembunyi di kolong langit.

Suatu Malam, Setelah Kau Pergi

Tawamu, tawaku, dua jam berlalu,
tapi hangatnya masih tersisa dalam segelas anggur.
Gelas yang sudah pecah jadi kepingan waktu.
Senyum yang terkulum di mulutku,
menyembunyikan segumpal tawa dari bibirmu.
Bibir yang sudah jadi beling
dari kristal terbanting

Ah, betapa manisnya waktu yang terkelupas.
Dan betapa bulir-bulir cinta di tanganmu
membasahi keringnya hidup.

Sampai kapan ku harus merangkai
kepingan hatimu?
Sementara jam dinding semakin retak.

Ah, sebegitu bodohkah aku,
memecahkan gelas waktu.

Dialog Tentang Cinta


“Masihkah kau percaya pada cinta?”
tanya seorang gadis di sebuah kereta,
suatu senja yang muram.


Cinta seperti pohon, yang cepat-cepat
berlalu dari jendela kereta.
Bayangnya belum sempat kau tangkap,
ketika yang lain datang menderu-deru.

Senja semakin mengaburkan
pemandangan di luar sana.
Seperti juga cinta lekas menguap
ketika pagi menjadi masa lalu.

“Tapi buklankah cinta sejati itu benar-benar ada?”
tanya gadis itu lagi,
yang matanya memancarkan
bintang dan bulan dari langit malam.


Cinta sejati seperti bintang dan bulan,
keindahan yang tak pernah berlalu,
dari jendela, juga dari matamu.

Kereta masih melaju.
Menyajikan bayang-bayang pohon yang terus berlari.
Sementara cahaya langit masih menemaniku,
Hingga saat nanti, mereka membuaiku.

Tuesday, May 16, 2006

Silence Like the Sun


Silence Like The Sun

I just wanna stand up there
in the sky and then
Silence like the sun.
I’ll see all whole world
See the miracle happens
and the shit happens.

Just like the sun
I’ll give energy to live.
Burn everyone’s mind.
Watch the mother earth
turns around and changes.

Even when the sun goes down
I’m still up there
stand behind the moon.
Seeing by the moon’s eyes.
Watching the world
that never fall asleep.

Late April 2006