Friday, March 30, 2007

Kota Senja

Suatu kota, suatu malam, langit jingga.
“Senja belum pergi,” katamu.
Tapi aku tidak temukan pantai yang indah
untuk menyobek sepotong senja.
Maka kita nikmati saja langit senja,
dan sinar jingganya yang jatuh banjiri kota
Lalu kau ajak aku menyusuri senja,
tapi tak kulihat bintang yang bisa jadi petunjuk.
Hanya lampu jalanan yang kuning muram,
yang menyinari perjalanan kita.
Matahari senja masih saja bergelayut di langit malam,
seperti juga kau yang menggelayut sendu di bahuku.
Langit masih saja jingga dalam kota.
Lalu kataku, “Kita akan pergi ke sebuah kota,
dengan senja yang sebenarnya.”

We Should Be Together

Why, your face is so sad?
Is it because the sky is so bad?
All you feel is bitter.
But I can make it any better.

But you’re so far away.
Hence, you can’t lean on my shoulder.
Why is it hard to say
that we should be together.

Why the moon is so dark?
Is it because the stars spark?
When the night hide you,
I know what I feel is true.

But you’re so far away.
And I can’t get it over.
Why is it hard to say,
that we should be together.

Why you are so scare?
Is it because you’re alone there?
Let me beside you in your place
to wipe out the sad and bitterness from your face.

It’s Been A Hard Night

Night becomes night.
To and fro the mosquito bite.
Have to many reasons I can’t sleep tight.

Waiting for you never too late.
Condemning what you’ve said.

To and fro the mosquito bite.
One and two these creatures died.
Have no reason to be sad.

Why this feeling makes me mad?
I don’t know how to forget.
I run and run away and hide.
But you’re flying above my bed.

And in my dream we’ve met.
I have you laid.
You scream like a cat.

Night becomes night.
My dream becomes wet.



In the End of the World, I Just Wanna Be With You

The sun goes down.
There is no light.
What can you see in the dark?
I see your eyes spark.
Lead me into the deepest
part of your eyes.

I believe it’s you,
the only one that sees me
in this damn dark night.

The sky is falling.
The earth is sinking.
I just wanna be with you,
sitting next to the sea,
watching everything fade away.

Friday, March 23, 2007

Menunggu dalam Angan

Sayang, kau tahu, menunggu itu pekerjaan yang menyebalkan. Tidak juga hari ini. Kamis yang gerimis. Kau tidak juga datang. Senja sudah lama berlalu, tapi senja yang turun tidak pernah membawa beritamu. Mungkinkah kau titipkan sepucuk surat maaf pada angin atau gerimis?
Aku masih berharap kau turun bersama hujan. Lebih baik kalau kau turun mengendarai petir dengan berani. Seperti saat kau mengetuk jendela di tengah malam, selusin malam yang lalu.
Aku masih ingin bertemu kau. Tak seharusnya kau begini larut. Tubuhku keburu kaku dikerubung gelisah. Malam begitu tak bersahabat. Kubayangkan sepi dan gelap akan mengantarmu ke depan pintu. Aku pikir, biar aku saja yang menghampirimu malam ini. Tapi, tidak! Malam terlalu terkutuk untuk kulalui.
Ah, mungkin besok pagi aku akan temukan sepucuk surat maaf darimu, yang diantarkan matahari. Kau pasti menulisnya karena kau datang begitu terlambat dan tidak mau mengganggu mimpiku. Tapi, kau tahu, sayang, setiap malam mimpiku adalah mimpi yang risau dan melelahkan. Aku selalu saja menemukan sisa-sisa mimpiku teronggok di bawah pintu ketika matahari pagi mengintip dari balik jendela.
Lalu aku akan membuang sisa-sisa mimpi itu bersama bayangan dirimu yang lusuh dan tua. Aku hanya ingin kau benar-benar datang bersama matahari, gerimis, atau angin hangat dari laut. Aku tidak ingin kau hadir hanya dalam angan. Karena kau tahu, sayang, menunggumu adalah hal yang paling menyebalkan!