Friday, March 23, 2007

Menunggu dalam Angan

Sayang, kau tahu, menunggu itu pekerjaan yang menyebalkan. Tidak juga hari ini. Kamis yang gerimis. Kau tidak juga datang. Senja sudah lama berlalu, tapi senja yang turun tidak pernah membawa beritamu. Mungkinkah kau titipkan sepucuk surat maaf pada angin atau gerimis?
Aku masih berharap kau turun bersama hujan. Lebih baik kalau kau turun mengendarai petir dengan berani. Seperti saat kau mengetuk jendela di tengah malam, selusin malam yang lalu.
Aku masih ingin bertemu kau. Tak seharusnya kau begini larut. Tubuhku keburu kaku dikerubung gelisah. Malam begitu tak bersahabat. Kubayangkan sepi dan gelap akan mengantarmu ke depan pintu. Aku pikir, biar aku saja yang menghampirimu malam ini. Tapi, tidak! Malam terlalu terkutuk untuk kulalui.
Ah, mungkin besok pagi aku akan temukan sepucuk surat maaf darimu, yang diantarkan matahari. Kau pasti menulisnya karena kau datang begitu terlambat dan tidak mau mengganggu mimpiku. Tapi, kau tahu, sayang, setiap malam mimpiku adalah mimpi yang risau dan melelahkan. Aku selalu saja menemukan sisa-sisa mimpiku teronggok di bawah pintu ketika matahari pagi mengintip dari balik jendela.
Lalu aku akan membuang sisa-sisa mimpi itu bersama bayangan dirimu yang lusuh dan tua. Aku hanya ingin kau benar-benar datang bersama matahari, gerimis, atau angin hangat dari laut. Aku tidak ingin kau hadir hanya dalam angan. Karena kau tahu, sayang, menunggumu adalah hal yang paling menyebalkan!

No comments: